Rahasia dan Keajaiban

Masa 1950-an, masa para penulis mengungkap rahasia-rahasi. Apa itu rahasia kecil atau besar? Rahasia menentukan derajat ilmu atau meresmikan hasrat menikmati hiburan? Jawaban tergambalang ada di buku berjudul Inilah Rahasia Pertundjukkan Bioskop. Buku disusun oleh redaksi beranggota Ali Marsaban, Slamet Nazar, dan XSM Ondang. Buku disadur dari buku berbahasa Belanda, Zo Werkt de Bioscoop. Buku diterbitkan Ganaco, Bandung-Jakarta-Amsterdam, 1957. Di buku 44 halaman, orang-orang membuka rahasia tanpa ragu dan malu.

“Adakah nampak olehmu bahwa pertundjukkan wajang kulit atau wajang purwa itu sesungguhnha banjak bersamaan dengan pertndjukkan bioskop? Permainan bajang-bajang itu boleh dipandang sebagai pertundjukkan bioskop dalam abad-abad jang telah lalu. tapi jang terlihat pada lajar diterangi itu hanjalah bajang-bajang sadja. Warna wajang itu sendiri, matanja, pakaiannja, segala sesuatu itu tidak terlihat oleh penonton,” tulis redaksi di halaman 10-11. Orang-orang di Indonesia dilegakan telah memiliki referensi dari para leluhur, sebelum terpukau pada pemutaran film menggunakan alat-alat modern.

Bioskop tergantung mata. Penjelasan mengenai mata menentukan tahapan-tahapan kemunculan film. Penjelasan sederhana: “Mata manusia itu bekerdja seperti pesawat pemotret ketjil. Gambaran jang terlihat oleh mata kita, masuk kedalam melalui lensa mata: maka akan terbentuklah sebuah gambar ketjil diatas lata peka tjahaja, jang terdapat pada dinding dalam bola mata. Untuk seketika lamanja gambar itu tinggal tetap pada tempatnja, hingga kesan jang ditimbulkan olehnja masuk kedalam otak.” Pemahaman itu menghasilkan perhitungan dalam penentuan gambar dalam film. “Sebab itulah film harus bergeser dengan tjepat, sekurang-kurangnja 15 gambar dalam tiap-tiap detik,” kalimat di halaman 21.

Film itu kebohongan. Orang-orang mengakui kebohongan terindah membikin ketagihan. Orang menonton film ada di kebohongan. Pada masa lalu, bohong masih wagu: “Pernahkan kamu melihat film tentang perkelahian dua orang diatas dasar laut? Tapi benar-benarkah mereka itu berkelahi dibawah permukaan air? Tidak! Biasanja orang-orang itu disuruh bergulat didepan sebuah bak katja jang berisi air, lengkap dengan ikan dan bermatjam-matjam machluk air jang lain.” Duh, kebohongan itu menghasilkan uang jika ribuan orang menonton dan terpukau. Film mengandung seribu bohong terlalu diinginkan orang-orang.

Di Indonesia, buku itu menjadi bacaan ilmu dan menentukan pemahaman mengenali kegandrungan orang-orang menonton film. Kaum agama dan elite politik sering memberi tanda seru agar orang-orang tak ketagihan menonton film jika merusak moral dan menularkan kebodohan ideologi. Buku mengenai bioskop agak memberi pengantar ke pengetahuan, bukan khotbah atau seruan keras. Di akhir buku: “Ja sesungguhnja bioskop-bioskop itu membuka sesuatu alam jang penuh dengan keadjaiban-keadjaiban. Bukankah memuaskan djuga karena kamu telah dapat menjelami beberapa kenjataan diantara segala hal jang adjaib itu?” Buku itu berhikmah. Begitu.

Bioskop

 

Leave a comment