Nederland di Meja Makna

Buku hitam, buku bercerita sehari semalam. Tipis tapi mengenang ingin sepanjang masa. Buku itu berjudul Sehari Semalam dengan Keluarga Nederland. Buku pelit identitas. Siapa penulis? Penerbit? Duh, semua tak tercantum di buku. Buku berbahasa Indonesia dengan sajian elok dalam pilihan huruf dan foto. Buku bermutu menghubungkan kita dengan Belanda, setelah kolonialisme berlalu.

“Inilah kisah penghidupan sehari-hari dari suatu keluarga Nederland biasa. Mereka tinggal dikota Amsterdam dan melakukan hal jang sama sebagai penduduk kota lain,” paragraf permulaan di buku. Paragraf itu menunda keinginan pembaca mengetahui keluarga. Nederland diperkenalkan dulu: singkat dan terang. Perihal Nederland: “Dahulu kala Nederland, jang berarti tanah jang rendah, untuk sebagian besar terdiri dari danau-danau dan rawa-rawa. Untuk memperluas buminja, maka bangsa Nederland membuat tanggul-tanggul.” Nederland atau kita mengenali Belanda adalah negeri bertanggungl tapi pernah betah “menguasai” Indonesia.

Pemberitahuan terlambat diketahui bumiputra pada abad XIX dan XX: “Sebagaimana diketahui, Nederland adalah negara ketjil dan tidak dapat menghasilkan tjukup makanan untuk penduduknja jang padat.” Makanan? Apa sejarah kolonialisme pun bermula dari makanan atau perut ingin terhindar dari lapar? Ingatan jauh itu singkirkan dulu saat hubungan Indonesia-Belanda mulai membaik dengan program-program pendidikan, seni, dan industri.

Di tengah, pembaca mulai melihat dan membaca keluarga: “Inilah mereka keliling medja makan pagi. Biasanja mereka makan bubur gandum, roti dengan mentega, sele atau pelbagai matjam kedju, biskuit, kuweh, sambil minum teh dengan gula dan sedikit susu.” Mereka itu bapak, ibu, dan dua anak (cowok dan cewek). Keluarga kecil bahagia dan sejahtera? Mereka sudah berpenampilan neci di pagi hari. Bapak mau bekerja di kantor. Dua anak berangkat ke sekolah.

Bapak ke kantor mengendari sepeda. Sejak dulu, Belanda adalah negeri ribuan sepeda. Orang-orang menggandrungi sepeda untuk beradab: “Sepeda dipergunakan untuk pergi kekantor, untuk mengantar sajuran dan barang-barang, dan tukang susu, tukang roti, dan tukang sajur mempunjai sepeda-sepeda jang chusus dibuat untuk mereka guna dipakai sehari-hari mengundjungi langganan-langganannja.” Kini, sepeda di sana mungkin tetap laris ketimbang di Indonesia. Orang-orang ingin kencang dan malas bergerak dengan memilih sepeda motor. Nah, jutaan sepeda motor itu dimiliki dengan cara mencicil alias kredit.

Keluarga sadar pendidikan. Anak-anak rajin belajar agar pintar. Di sekolah dan rumah, mereka belajar. Simaklah: “Penghafalan, dan biasanja banjak jang harus dihafalkan dirumah, harus dimulai sebelum makan malam dan harus selesai sebelum waktu tidur. Medja makan adalah tempat jang baik sekali untuk penghafalan.” Di meja makan, bocah-bocah Belanda ingin pintar sedunia. Di Indonesia, meja belajar pernah diadakan dengan merek-merek kondang tapi belum tentu digunakan untuk belajar. Begitu.

Nederland 2

Leave a comment