Awalan dan Akhiran

Pada masa 1950-an, murid-murid belajar bahasa Indonesia mengalami kesusahan, membuat kesalahan-kesalahan kecil dan fatal. Bahasa Indonesia tak boleh amburadul. Di sekolah, bahasa Indonesia justru harus mengalami pemberesan ketimbang penggunaan di luar sekolah. Kesulitan murid-murid memahami bahasa Indonesia tak terjawab semua oleh guru atau ditemukan jawab di buku-buku pelajaran.

Usman Effendi menginginkan ada kesempurnaan dalam pengajaran bahasa Indonesia. Ia pun menulis buku berjudul Peladjaran Bahasa Indonesia: Kata Djadian diterbitkan Pustaka Timur, Jakarta, 1951. Buku bersampul motof batik. Bahasa Indonesia itu elok seperti batik saat dimengerti oleh murid-murid. Buku tipis dan manjur menjawab ratusan masalah dimiliki murid-murid. Buku cuma membahasa kata jadian, khusus tanpa penjelasan dan contoh mubadzir.

“Bentuk diktat dengan keterangan-keterangan pendek jang dituruti oleh tjontoh-tjontoh biasanja lebih dapat memaksa memusatkan perhatian kepada bentuk-bentuk dari tiap-tiap bagian. Kekurangan dalam keterangan biasanyja dapat diperlengkap dengan tjontoh-tjontoh. Tidak pandjang-lebarnja keterangan-keterangan mengakibatkan tidak susahnja menghafalkan bentuk-bentuk dengan sistim. Demikianlah kejakinan kami,” tulis Usman Effendi.

Kita mulai belajar awalan me-. Penggunaan me- dengan kata dasar berupa kata kerja berarti “Mengatakan orang jang mengerdjakan atau pekerdjaan itu jang dipentingkan, sehingga kalimat itu benar-benar bersifat aktip.” Contoh: “Saja menulis surat”; “Ibu sedang mentjutji kain”; “Kita harus pandai memilih pemimpin jang djudur.”

Penggunaan awalan me- untuk kata dasar berupa kata kerja memiliki sekian pengertian: “Mengatakan memakai sebagai perkakasa”; “Mengatakan membuat djadi atau mendjadi”; “Mengatakan mempertundjukkan atau mengeluarkan jang dikatakan kata dasar”; “Mengatakan berlaku seperti”; “Mengatakan mentjari atau menemukan.” Perkara awalan itu mudah. Membaca keterangan dan contoh-contoh membuat murid cepat mengerti asal guru turut mendampingi.

Di halaman 27, pembahasan mengenai akhiran -an. Contoh dicantumkan: “Kuburan sebaiknja letaknja djauh dari kota.” Akhiran -an di kalimat itu mengatikan “tempat”. Contoh lain: “Pikiran orang itu tidak teratur.” Akhiran -an di kalimat itu berarti “tjara melakukan.” Sejak masa 1950-an, penjelasan dan contoh buatan Usman Effendi untuk awalan dan akhiran masih sederhana dan gampang. Sekian pengertian itu berubah saat pemerintah membuat tim dalam membenahi pengajaran bahasa Indonesia. Para ahli bahasa pun turut memajukan bahasa Indonesia dengan memberi ralat atau melakukan perbaikan dari buku-buku lama.

Buku susunan Usman Effendi membimbing murid-murid menempuhi jalan lurus bahasa Indonesia. Buku cuma 40 halaman termasuk tipis dan ringan. Murid-murid membaca tanpa takut atau pening. Di atas meja atau di pegangan tangan, buku itu menghidupi bahasa Indonesia. Begitu.

Kata Djadian-1

Leave a comment